Maka
salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adalah ia dgn
ikhlas mau mengunakannya untuk ber-udhiyah baik itu berupa sapi kerbau maupun
kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing. Seekor kambing boleh
digunakan utk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya. Sedang sapi / kerbau
boleh utk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing. Daging
sembelihan ini termasuk syiar agama yakni utk dimakan menjamu tamu diberikan
kepada yg meminta atau yg tidak meminta {orang mampu}. Daging ini juga boleh
disimpan utk dimakan hingga hari tasyrik . Allah berfirman Makanlah
sebagiannya dan utk memberi makan orang yg tidak meminta dan orang yg meminta.
{QS. Al-Hajj 36}.
Sementara
Nabi bersabda Makanlah utk memberi makan dan simpanlah !
Sementara
itu cobaan besar terhadap sesuatu yg dimiliki manusia pernah dialami Abul
Anbiya Khalilurrahman Ibrahim AS. Beliau telah lulus ujian atau cobaan dari
Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al-Quran Dan ketika Ibrahim diberi
cabaan oleh Tuhannya dgn beberapa kalimat lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu.
Allah berfirman “Sesungguhnya Aku menjadikan kamu hai Ibrahim Imam semua
manusia ..”
Kelulusan
Ibrahim tidak hanya dalam melaksanakan perintah Allah tetapi juga dalam kebijaksanaannya
menyampaikan perintah itu kepada anaknya yg sangat dicintainya. Beliau tidak
langsung mengambilnya tiba-tiba dan tidak pula mencari kelengahan atau dgn
taktik menculik teror dan intimidasi. Meskipun Ibrahim memiliki massa yg banyak
tetapi beliau tidak menggunakan massa agar anaknya bertekuk lutut di
hadapannya. Perintah Allah disampaikannya dgn transparan penuh argumentasi
Ilahiah.
Sedangkan
Ismail anak yg patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya dan posisinya sebagai
anak ia tidak membangkang dan tidak bimbang. Ismail memberikan jawaban yg
memancarkan keimanan tawaddu’ dan tawakkal kepada Allah bukan utk menonjolkan
kepahlawanan atau kegagahan mencari popularitas. Ia tidak melakukan unjuk rasa
yang konfrontatif tanpa mengindahkan akhlakul karimah atau dgn kekerasan utk
memprotes kehendak bapaknya.
Sungguh
dua tokoh bapak dan anak ini merupakan uswah hasanah bagi umat manusia. Bahkan
syariat Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yg dulunya telah diwahyukan Allah
kepada Ibrahim . Maka kita menyembelih hewan qurban di hari Idul Adha ini
termasuk meneladani sunnah Ibrahim sebagaimana sabda Nabi SAW .
Idul
Adha memiliki makna yg penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan
dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan
Allah. Makna Idul Adha tersebut :
Menyadari
kembali bahwa makhluk yg namanya manusia ini adalah kecil belaka betapapun
berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir
Allahu akbar !
Menyadari
kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah. Menuhankan selain Allah
bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di zaman jahiliah. Di zaman
globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh lebih-lebih lagi si Tokoh itu
sempat menjadi pucuk pimpinan partainya menjadi presiden/wakil presiden atau
ketua lembaga perwakilan rakyat. Orang sekarang juga cenderung menuhankan
politik dan ekonomi. Politik adalah segala-galanya dan ekonomi adalah tujuan
hidupnya yg sejati. Bahkan HAM menjadi acuan utama segala gerak kehidupan
sementara HAT diabaikan. Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid La ilaha
illallah !
Menyadari
kembali bahwa pada hakikatnya yg memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah.
Maka alangkah celakanya orang yg gila puja dan puji sehingga kepalanya cepat
membesar dadanya melebar dan hidungnya bengah bila dipuji orang lain. Namun
segera naik pitam wajah merah dan jantung berdetak melambung bila ada orang
yang mencela mengkritik dan mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan
tahmid Wa lillahil-hamd !
Menyadari kembali
bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau bepergian yg suatu saat rindu
utk pulang ke tempat tinggal asal yakni tempat yg mula-mula dibangun rumah
ibadah bagi manusia Ka’bah Baitullah. Inilah salah satu makna bagi yg istita’ah
tidak menunda-nunda lagi berhaji ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan
kembali bahwa pada hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu
keimanan. Siapa pun dia dari bangsa apapun adalah saudara bila ia mukmin atau
muslim. Maka orang yg pulang dari haji
hendaknya menjadi uswah hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan
perbedaan yg dimiliki sesama muslim terutama dalam hal yg disebut furu’iyah.
Menyadari
kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada hakikatnaya adl sebagai
cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta kembali oleh yg memberi maka
manusia tidak dapat berbuat apa-apa. . Sedang ni’mat yg berupa harta hendaknya
kita ikhlas utk berinfaq di jalan Allah seperti utk ber-udhiyah .
Percayalah dalam
hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah niscaya Allah akan membalasnya dgn
berlipat ganda. Tetapi jika kita justru kikir pelit tamak bahkan rakus
tunggulah kekurangan kemiskinan dan kegelisahan hati selalu menghimpitnya.
Akhirnya semoga Idul Adha dgn berbagai
ibadah yg kita laksanakan sekarang ini dapat membangunkan kembali tidur kita .
Kemudian kita berihtiar lagi sekuat tenaga utk memperbanyak amal saleh sebagai
pelebur amal-amal buruk selama ini. Aamiin !
Oleh Drs. Syafi’i Salim Al-Islam -
Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia